
Dengan rapport… komunikasi tak perlu repot. (Norman Ahmadi)
Ingat waktu jaman sekolah dulu ada yang namanya buku raport? Pasti ingat ya…? Nah… apakah ada hubungannya buku raport waktu sekolah dengan rapport yang kita bicarakan ini tidak tahu persis. Akan tetapi juga nilai buku raport kita banyak angka merah alias nilai anjlok kita dianggap kurang sukses dalam belajar. Dalam komunikasi, jika gagal membangun rapport, maka kita gagal membangun keakraban. Komunikasi menjadi kurang lancar. Ada jarak alias gap.
Rapport itu sangat populer di NLP (Neuro-Linguistic Programming). Bahkan menjadi pilar NLP. Ada yang mengartikannya sebagai jembatan. Ada yang mengartikannya sebagai pendekatan. Adapula yang mengartikannya sebagai membangun kesamaan. Terserah mau ikutan yang mana… yang pasti rapport adalah upaya seorang komunikator untuk akrab dengan komunikannya.
Rapport tidak hanya efektif dalam komunikasi antar individu, tetapi juga dalam komunikasi antar individu dengan kelompok. Katakan antara seorang trainer, guru, atau fasilitator dengan pesertanya. Dengan adanya pendekatan yang baik di awal pertemuan… terutama 10 detik pertama… akan menentukan kelancaran komunikasi selanjutnya.
Rapport dilakukan secara verbal dan non-verbal. Secara verbal bisa dilakukan dengan memilih kata-kata umum yang membangun keakraban sampai pada hal yang lebih teknis… mengacu pada sistem representasi atau sub-modality yang dikenal sebagai Vakog (Visual, Auditory, Kinestatik, Oldfactory, dan Gustatory). Sedangkan non-verbal dilakukan dengan melakukan penyamaan terhadap postur, gesture, maupun kondisi fisik lainnya seperti pernafasan, nada bicara, bahkan ekspresi mikro. Kok njelimet ya?…. Hehehe.. ini gayanya aja. Biar dibilang intelek. Padahal simpel.. gampang kok.
Dalam rapport kita mengenal empat istilah pokok yakni… pacing… leading… mirroring … dan matching. Jadi ketika seorang fasilitator otbon bertemu dengan pesertanya.. lalu mengucapkan : “Selamat pagi… apa kabar?” Ini upaya melakukan rapport. Mengakrabkan dengan peserta. Lalu dia bangunlah persamaan-persamaan secara verbal dengan kata-kata yang umum yang pasti diterima peserta. Rapport non-verbal, antara lain dengan melakukan gerakan bersama.Ini namanya pacing.
Disebut pacing juga misalnya kalo peserta sedang duduk.. maka kita ikutan duduk. Atau kalau peserta duduk dan fasilitator berdiri.. lalu meminta peserta berdiri. Ini namanya pacing secara postur. Coba deh kalo beli buah.. yang jual posisinya duduk lalu kita ikutan duduk dan menawar harga buahnya. Maka kemungkinan besar akan lebih berhasil.
Ketika peserta sudah akrab dan merasa nyaman berkomunikasi dengan fasilitator, mulailah mereka diarahkan sesuai dengan maunya fasilitator. Ini disebut leading. Ibaratnya baru ketemu gadis, nggak mungkin lah seorang laki-laki langsung bilang : “nikah yo?” sebelum berkenalan dan mengakrabkan diri dahulu. Paling tidak dengan keluarganya.
Adapun mirroring dan matching itu lebih banyak digunakan dalam hunungan antar pribadi. Gampangnya mirorring itu menirukan gerakan kawan bicara kita. Jika benar-benar persis.. disebut mirroring (bercermin) jika hanya mirip atau selaras, namanya macthing (menyelaraskan).
Pertama tiru persis gerakan dan nafas lawan bicara atau gaya bicaranya sesuai Vakog-nya. Lakukan beberapa lama dan beberapa gerakannya. Peniruan ini jangan langsung.. jedakan 10 sampai 20 detik. Nanti dikira mengolok-olok lagi…. hehehe. Setelah beberapa waktu.. coba gerakan kita yang diubah. Apabila kawan bicara kita menuruti gerakan kita.. berarti rapport kita berhasil. Kita telah mengarahkan gerakannya. Itulah leading.
Reaksi yang muncul adalah pembicaraan lebih mengalir dan lancar. Bahkan pada orang yang baru ketemu biasanya akan bilang… “Anda mirip teman saya ya?” atau “Kayaknya kita pernah ketemu sebelumnya ya?” atau reaksi lain yang menunjukkan keakraban. Selamat mencoba.
Norman Ahmadi. Trainer dan Outbounder (Borneo Development Centre)