
Public Speaking Sampit, Kalteng.
Bagi pembelajar NLP (Neuro-Linguistic Programming), istilah perceptual position tentu tidak asing ladi. Teknik NLP yang satu ini sangat aplikatif dan dapat digunakan dalam berbagai kepentingan, termasuk dalam latihan public speaking. Teknik perceptual position ini dalam prakteknya menempatkan seseorang dalam berbagai posisi, yang umumnya pada tiga posisi, yakni orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Atau dapat pula disebut asosiasi, disasosiasi, dan observer.
Berbeda dengan kebanyakan saran dalam mencoba atau melatih public speaking, yang menganjurkan menggunakan cermin. Atau dalam bahasa lain bagaimana seseorang melatih dirinya melakukan public speaking dengan berdiri di depan cermin. Lalu melakukan latihan public speaking sambil mengevaluasi apa yang dia lakukan, terutama berkaitan dengan postur dan gestur.
Ada teknik lain yang juga lazim digunakan, yakni dengan merekam latihan public speaking dan kemudian menontonnya sambil melakukan evaluasi atau perbaikan. Teknik ini terbilang lebih baik daripada menggunakan cermin.
Namun ada pula yang menggunakan teman atau orang lain untuk melihat seseorang saat melakukan publik speaking dan kemudian memberi komentar. Mengoreksi jika ada kesalahan dan menjaga hal-hal yang dianggap sudah baik. Cara ini pun bagus. Akan tetapi teman atau siapa pun yang diajak menonton atau menjadi audien ini haruslah yang faham tentang teknik public speaking dan mempunyai pemahaman akan audiens yang sebenarnya.
Ada pula yang dalam latihan public speaking menggunakan semua cara. Mulai berlatih di cermin, kemudian direkam, serta melibatkan “teman” sebagai audien. Prinsipnya memang sederhana, semakin sering berlatih dan melakukan perbaikan, tentu hasilnya akan semakin baik. Melakukan latihan dua sampai tiga kali sebelum “tampil” akan meningkatkan performans secara signifikan.
Adapun dalam teknik perceptual positions NLP, pertama seseorang menempatkan dirinya sebagai orang pertama. Katakanlah sebagai public speaker atau presenter atau pembicara alias narasumber. Setelah selesai “tampil”, ia merubah dirinya menjadi orang kedua alias audiens atau pemirsa. Dalam penghayatannya sebagai “orang kedua” ini dia mewujudkan dirinya menjadi audiens. Ia bertanya dan menelaah… bagaimana sebagai penonton menghadapi penampilan public speaker tadi? Apa kekurangannya? Bagian mana yang harus dikoreksi? Bagian mana yang dikuatkan atau dipertahankan?
Kalau pertanyaaan-pertanyaan itu terjawab, lalu orang pertama memahami “maunya” kehendak orang kedua alias audiens ini. Maka dia pun berposisi sebagai “orang ketiga” yang mengamati bagaimana proses itu terjadi. Apakah orang pertama telah melakukan yang semestinya sebagai public speaker? Apakah “orang kedua” telah mengamati dan merumuskan hal-hal penting terkait posisisnya? Bagaimana interaksi orang pertama dan orang kedua?
Catatan pentingnya adalah bahwa selain proses pelaksanaan perceptual position yang tepat, seorang public speaker harus punya informasi tentang calon audiensnya atau penontonnya. Jumlahnya, status atau posisi audiens, jenis kelamin, umur, latar pendidikan, pengalaman mereka, dan lain-lain. Sehingga dapat memahami yang mereka harapkan dan fikirkan. Apa yang penting yang diharapkan oleh audiens?
Ingin memahami lebih detail tentang perceptual position ini dalam praktek di kelas? Kita bisa praktekkan itu dalam workshop, baik yang dilaksanakan secara regular, inhouse training, maupun private. Jadi bagi Anda yang memerlukan workshop public speaking atau NLP di Banjarmasin, Palangkaraya, Banjarbaru, Kandangan, Kasongan, Kuala Kapuas, Kuala Pembuang, maupun Samarinda dan Balikpapan. Atau kota lainnya di Indonesia. Sila hubungi kontak kami. Kami siap bekerjasama dengan instansi, perusahaan, atau organisasi dan lembaga Anda.
Sampai bertemu. Salam hebat bermanfaat.