
KENAPA KADES DAN BPD TIDAK AKUR?
Dalam pelaksanaan pembangunan desa, sering ditemui ketidakserasian antara eksekutif di desa (baca: Kepala Desa dan Perangkatnya) dengan pihak legislatif desa (baca:BPD alias Badan Permusyawaratan Desa). Apakah mereka meniru “gaya politik” pada level pemerintahan yang lebih tinggi, ataukah ada sebab lain?
Persoalan pertama dalam masalah ini biasanya adalah tidak bersedianya BPD menandatangani Peraturan Desa (Perdes) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa alias APBDesa. Alasannya macam-macam dan bermacam-macam. Tidak hanya di satu desa tetapi di banyak desa. Bahkan bisa terjadi berulang di satu desa.
Persoalan kedua yang paling umum adalah BPD melaporkan Kades dan rombongannya ke APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) seperti inspektorat daerah, karena menganggap ada yang tidak beres dengan Kades dan perangkatnya. Pada level parah.. lapoan ini tembus juga ke APH (Aparat Penegak Hukum). Padahal sering kali, Kades dan BPD yang melapor itu teman dekat bahkan kerabat dekat. Bahkan tetangga dekat. Nah!
Adapun persoalan yang tidak kalah sengitnya adalah penolakan terhadap laporan pertanggungjawaban kepala desa. Ini karena BPD merasa bahwa pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan selama satu tahun berjalan, tidak sesuai dengan harapan. Dalam kasus ini, BPD biasanya merasa dicuekin alias merasa diabaikan oleh Pak Kades dan rombongannya.
Kondisi demikian jelas tidak sehat dan dapat menghambat kelancaran pembangunan di desa. Yang berdampak pada lambatnya penyerapan anggaran, tidak mulusnya pelaksanaan perencanaan pembangunan, bahkan dapat menghambat lancarnya roda pemerintahan di desa. Ca i le… bahasanya sudah kayak pejabat aja.
Motivasi Kades dan Perangkat Desa berkenaan dengan Perencanaan Desa di Kec. Cempaga
Apa penyebabnya?
Jika dicermati… nggak usah nyewa lembaga survey ya.. ini kan cuma masalah desa. Hehehe. Jika dicermati, masalah sebenarnya ada dua saja. Yakni adanya prosedur penyusunan perencanaan desa yang dilanggar atau dilewati. Terkadang, karena alasan tertentu, misalnya ingin cepat atau sebab lain, Kades dan rombongannya mengambil jalan pintas.. by pass. Dalam hal ini biasanya adalah kurangnya komunikasi. Ini bisa jadi juga karena kades dan rombongannya itu menyimpan sesuatu atau malah karena mereka memang nggak tahu.. bagaimana sih prosedur yang benar.
Adapun persoalan berikutnya adalah ketidakfahaman masing-masing akan tugas dan fungsinya. Untuk hal yang demikian memang dimaklumi, terutama dari sisi BPD. Terdapat ketidakseimbangan dalam pelatihan dan pengembangan sumberdaya manusia. Kades dan perangkatnya lebih banyak mengikuti pelatihan atau bintek daripada BPD. Maklum…mereka menguasai anggaran. Sementara perhatian pemangku kepentingan pada level supradesa juga lebih memperhatikan Kades dan perangkatnya daripada BPD.
Lalu bagaimana solusinya?
Pelatihan yang seimbang antara Kades dan BPD. Pelatihan yang serius dengan provider pelatihan yang benar-benar amanah. Ada indikasi bahwa pelatihan yang dilaksanakan pihak tertentu hanya menekankan pada “yang penting sudah dilaksanakan”. Apalagi kalau pelatihannya ke daerah yang dekat dengan daerah wisata.
Sedangkan solusi berikutnya adalah membangun komunikasi yang lebih baik antara Kades dan rombongannya dengan BPD. Ini antara lain dengan lebih banyak mempertemukan mereka dalam diskusi yang terbuka, atau melalui latihan bersama. Ah… pelatihan bagi perangkat desa tidak perlu lah ke luar pulau. Cukup di desa saja. Yang penting.. fasilitatornya mumpuni.
Bagaimana dengan outbound? Boleh kok Perangkat Desa dan BPD outbound bareng. Asyik kan?
Norman Ahmadi….. trainer dan outbounder (Borneo Development Centre)
#outbound #otbon #outbondsampit #outboundceria #outboundkalteng #outboundkalimantan #outboundbandung #outboundmalang #publicspeaking #kepaladesa #perangkatdesa #pkk #komunikasi #bpd #perencanaandesa #apbdesa