
Pelatihan SDM Sampit, Kalteng
Anggaran, atau komplitnya penyusunan anggaran, adalah bagian penting dalam manajemen pembangunan. Penyusunan anggaran adalah bentuk yang lebih real dari sebuah perencanaan. Sehingga tidak heran, jika ada yang menyatakan bahwa anggaran adalah perencanaan dalam bentuk angka. Penganggaran adalah pengejawantahan dari perencanaan dalam bentuk angka-angka nominal.
Perencanaan dan penganggaran tentu saja berkaitan sangat erat. Tidak ada yang namanya penganggaran jika tidak ada perencanaan, sebagaimana tidak ada penganggaran yang kokoh jika tidak dilandasi oleh perencanaan yang matang. Oleh karenanya penting bagi kita semua untuk memahami beberapa istilah utama dalam penganggaran. Semacam prinsip agar perencanaan dan penganggaran yang kita susun menjadi linier alias selaras. Yang dihilirnya nanti menjadi sebauh kegiatan dan pekerjaan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Dalam hal ini kita hanya akan berkenalan dengan tiga istilah sajam yakni value for money, money follow function, dan activity based costing (ABC). Bagaimana bro, sudah akrab dengan istilah ini atau malah merasa asing? Hehehe… santai saja. Mereka yang menyusun dan memeriksa APBD saja masih banyak yang belum paham hal ini kok… akibatnya penyusunan anggaran berbasis kinerja (performance budgeting) pun, berubah menjadi anggaran berbaju kinerja. Hahaha hai….
Kita mulai dari value for money. Value for money (VfM) merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Beberapa pihak berpendapat bahwa tiga elemen saja belum cukup, sehingga perlu ditambah dua elemen lain yaitu keadilan (equity) dan pemerataan atau kesetaraan (equality) (Mardiasmo, 2009). Secara ringkas, dapat kita katakana bahwa dalam prinsip ini adalah bagaimana setiap rupiah uang negara yang dibelanjakan dimanfaatkan untuk pelayanan rakyat. Untuk memberi pelayanan pelayanan kepada rakyat.
Dalam konteks yang lebih luas termasuk dalam menempatkan pegawai maupun mengangkat pejabat. Harus sesuai dengan keahlian dan kepatutan (baca : Daftar Urut Kepangkatan), sebab pengangkatan honorer atau tenaga kontrak saja perlu biaya (anggaran). Apalalah lagi penerimaan ratusan tenaga kontrak tanpa seleksi misalnya. Apalah lagi mempromosikan dan menempatkan seseorang, tentu memerlukan anggaran. Artinya, penempatan seseorang harus memandang dampaknya bagi kinerja sebuah organisasi secara keseluruhan. Bukan sekedar urusan transaksional atau ABS (Asal Badan Senang alias Asal Bapak Senang).
Berikutnya adalah money value function. Istilah ini menjadi perhatian, saat Presiden RI mengemukakan perlunya transformasi dari money value function kepada money value programme. Dalam prakteknya .. boro-boro money follow programme, money follow function saja masih jauh panggang dari api.
Konsep ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yang secara sederhana menjelaskan bahwa pengalokasian anggaran harus didasarkan pada fungsi masing-masing unit/satuan kerja yang telah ditetapkan undang-undang. Yang… agar konsep ini semakin tepat sasaran, harus didukung dengan konsep “the right man ini the right place” dalam penempatan sumberdaya manusia alias pegawai yang mengelola anggaran. Sekali lagi, penerapan anggaran tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan kepegawaian yang jelas, adil, dan berbasis kompetensi.
Konsep ketiga adalah Activity Based Costing (ABC). Ceritanya begini. Sebelum tahun 2003, penentuan besar alokasi dana menggunakan incrementalism dan line item. Konsekuensi logis dari kedua pendekatan ini adalah terjadinya overfinancing atau underfinancing pada suatu unit kerja, yang pada akhirnya tidak mencerminkan pada pelayanan publik yang sesungguhnya dan cenderung terjadi pemborosan (Fadillah, 2009).
Activity Based Costing menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusuri ke aktivitas dan kemudian ke produk. Sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah, yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya produk. Dalam Activity Based Costing mencakup (Garrison, 2006)
Gampangnya, disini ada pemahaman bahwa setiap aktivitas memerlukan biaya atau anggaran sehingga setiap kegiatan memerlukan anggaran. Lebih jauh, tidak ada suatu aktivitas atau kegiatan yang tidak dianggarkan. Jadi tidak ada kegiatan yang mengatasnamakan pemerintah yang tidak ada anggarannya, atau tidak dianggarkan, apalagi dibebankan kepada pihak lain. Jika pun ada kegiatan yang sifatnya politis atau berkenaan dengan kepentingan pribadi mestinya ditanggung sesuai kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan tersebut. Sesuai kepentingannya. Bukannya dibebankan pada pihak lain.
Demikian. Mudahan bermanfaat.
Jadi, jika Anda dan organisasi Anda memerlukan pelatihan sumberdaya manusia (Training SDM) yang berkenaaan dengan komunikasi, leadership atau kepemimpinan, dan manajemen. Termasuk public speaking, bumdes, CSR, presentasi efektif, dan outbound, sila menghubungi kontak kami. Lembaga kami akan senang sekali melayani Anda dengan kompetensi dan pengalaman kami. Baik Anda yang berada di Sampit, Kotim, Kalteng, Palangkaraya, Pangkalan Bun, Kuala Kapuas, Kuala Pembuang, Seruyan, Lamandau, Sukamara, Pulang Pisau, Barito Utara, Buntok, Barito Selatan, Tamiang Layang, Pelaihari, Amuntai, Banjarbaru, Martapura, Katingan, Kasongan, Medan, Malang, Yogyakarta, Kalsel, Banjarmasin, Palangkaraya, Kobar, Kaltim, Samarinda, Balikpapan, Manado, dan daerah lainnya di Indonesia.