Kemana Nasib Usulan Desa dalam Musrenbang?

Pelatihan Pembangunan Desa, Sampit, Kalteng

Dalam sistem perencanaan pembanguan  di Indonesia, dikenal  ada empat pendekatan , yakni pendekatan politis, pendekatan teknokratis, pendekatan top down (dari atas ke bawah) , dan pendekatan bottom up (dari bawah ke atas). Dalam prakteknya, semestinya keempat pendekatan ini berjalan secara proporsional dengan mengacu kepada kondisi dan sasaran pembangunan daerah.

Bentuk pengintegrasian dalam keempat tersebut antara lain terwujud dalam sebuah kegiatan yang bernama musyawarah perencanaan pembangunan  atau biasa disebut musrenbang. Musrenbang ini  sifatnya berjenjang. Dimulai dari level pemerintahan yang paling rendah yakni desa, kemudian kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi, dan nasional. Bagaimana tahapan masing-masing ini dilaksanakan, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) beserta turunannya.

Pada sisi lain, terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2015 tentang Desa juga mengatur  tentang perencanaan pembangunan, terutama perencanaan pembangunan desa. Dan sebagai mana kebiasaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, undang-undang ini juga mempunyai turunan dalam bentuk PP, permen, dan lainnya.

Dalam hal ini, maka musrenbang desa dilaksanakan pada bulan Juli sampai September, setelah sebelumnya dilaksanakan musyawarah desa (musdes). Perbedaan musdes dan musrenbangdes selain ditandai oleh ranah atau kewenangan, juga dibedakan atas masalah yang  dibahas.  Musdes ranahnya Badan Permuyawaratan Desa (BPD) sedangkan musrenbangdes adalah ranahnya Pemerintah Desa.

Hasil dari musrenbang desa ini menghasilkan RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) yang didalamnya memuat Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK). Yang merupakan usulan kegiatan pembangunan yang di luar kewenangan desa, terutama kabupaten (APBD). Meskipun sebenarnya juga bisa mengusulkan kegiatan yang didanai provinsi atau pemerintah pusat.  Dengan kata lain, daftar usulan ini adalah permintaan masyarakat desa kepada supra desa untuk penyelenggaraan pembagunan tahun berikutnya untuk dapat dilaksanakan di desa.

Baca Juga  Peran BPD dalam Pengelolaan Bumdes

Daftar Usulan inilah yang kemudian dibawa oleh para utusan  desa ke Musrenbang RKPD Kabupaten di Kecamatan. Dan disinilah pembahasan utama dari tulisan ini : Bagaimana “nasib” usulan itu setelah disampaikan ke musrenbang kecamatan?

Selama lebih dari 15 tahun mengikuti musrenbang, tentu saja mendapati banyak pengalaman berkenaan dengan usulan ini. Masih mending, pemerintahan desa tidak begitu sedih dengan nasib usulan desa pasca adanya dana desa. Sebelum tahun 2014, keadaannya sangat berbeda. Pihak desa, sangat mengharapkan  adanya kegiatan pembangunan yang didanai APBD Kabupaten.  Dan masa sekarang, meskipun sebenarnya pemerintah desa masih sangat mengharapkan hal tersebut, berkaitan dengan kewenangan desa dan keterbatasan anggaran, akan tetapi adanya dana desa dapat mengurangi kekecewaan mereka kala usulan dalam musrenbang kecamatan tidak diakomodir dalam APBD.

Kenapa usulan dari desa dalam musrenbang kecamatan  menjadi tidak jelas nasibnya?

Hal ini terkait dengan beberapa hal, pertama adalah mekanisme musrenbang yang tidak tepat mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. Kedua, tidak adanya mekanisme yang berkenaan bagaimana menangani usulan desa-desa tersebut. Dan ketiga, tidak jelasnya prioritas dalam perencanaan pembangunan daerah dan bagaimana menempatkan kecamatan sebagai satuan pembangunan wilayah.

Ini semua menyangkut strategi bagaimana menampung usulan musrenbang dalam APBD dan bagaimana membuat APBD menjadi lan gsung menyentuh kepentingan masyarakat. Ya… alasan klasik ketidakmampuan ini selalu diarahkan pada keterbatasan anggaran. Namun masalah sebenarnya ada pada sekali lagi, strategi dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran. Dalam makna yang lebih tegas adalah bagaimana menentukan prioritas dan membuat alokasi anggaran.  Ketidakmampuan ini juga menunjukkan penempatan pagawai (ASN) yang tidak berdasarkan  kemampuan melainkan dengan pendekatan lain yang tidak jelas indikatornya.

Pertanyaan kuncinya kemudian adalah bagaimana teknis menampung usulan musrenbang desa itu sehingga jerih payah orang desa dihargai dan musrenbang kecanamatan bukan hanya sebuah formalitas? Bagaimana agar musrenbang kecamatan lebih efisien dan tepat sasaran? Terpenting, bagaimana  menentukan prioritas dan strategi pembangunan di kabupaten atau provinsi,  sehingga pembangunan lebih mengena dan lebih tepat sasaran?

Baca Juga  CSR Kalteng : Praktek di Kotim dan Materi Pelatihannya

Selamat datang di Borneo Development Centre. Lembaga Pelatihan di bidang Komunikasi, Kepemimpinan, dan Manajemen yang  dalam aplikasi ketiga bidang ini terimplementasi  dalam pelatihan  pembangunan perdesaan. Termasuk peningkatan kapasitas BPD, integrasi CSR dan perencanaan pembangunan desa,  pengelolaan Bumdes, serta bagaimana menampung 100% hasil mjusrenbang desa dalam APBD, tanpa perlu memperbesar APBD Kabupaten atau Provinsi. Sila hubungi kontak kami untuk informasi lebih rinci.

Salam santun membumi.

Author: norman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *